menerapkan restorative justice, apakah pelaku harus membuat rekaman video pengakuan dan bersedia menjalani hukuman?

Dalam konsep restorative justice, tujuan utamanya adalah untuk memulihkan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, serta memberikan kesempatan bagi pelaku untuk mempertanggungjawabkan tindakan mereka dengan cara yang konstruktif. Penerapan restorative justice tidak selalu melibatkan pengakuan tertulis atau rekaman video dari pelaku. Berikut adalah beberapa poin yang perlu dipertimbangkan:

**Pengakuan Tindakan**: Meskipun pengakuan atas tindakan pelaku penting dalam proses restorative justice, bentuk pengakuan tersebut dapat bervariasi. Ini bisa berupa pernyataan lisan, penyampaian dalam pertemuan mediasi dengan korban, atau bentuk lainnya.

**Kesediaan untuk Bertanggung Jawab**: Pelaku harus menunjukkan kesediaan untuk menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka dan berpartisipasi dalam proses pemulihan. Ini bisa berarti berpartisipasi dalam dialog dengan korban, melakukan pekarangan (restorative circles), atau melakukan tindakan pemulihan lainnya.

**Fokus pada Korban**: Restorative justice berfokus pada kebutuhan korban dan upaya untuk memperbaiki kerugian yang mereka alami. Hal ini mungkin melibatkan kompensasi, meminta maaf, atau berusaha melakukan perbaikan hubungan.

**Hukuman**: Jika pelaku bersedia menjalani hukuman, ini dapat menjadi bagian dari proses, tetapi tidak selalu menjadi syarat. Restorative justice tidak semata-mata mengutamakan hukuman tetapi lebih kepada pemulihan dan pemahaman.

**Prosedur yang Sesuai**: Setiap program restorative justice memiliki prosedur dan ketentuan yang berbeda. Penting untuk mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh lembaga yang mengelola program tersebut.

Dengan demikian, meskipun pengakuan bisa menjadi bagian dari proses, pelaku tidak selalu diwajibkan untuk membuat rekaman video atau menjalani hukuman dalam arti formal. Yang lebih penting adalah niat dan usaha untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pemulihan.